Pemusnahan DVD, CD, MP3 Bajakan oleh Kepolosian Metro Jaya
Negara
Indonesia merupakan sarang nyamuk para pembajak. Hal ini dibuktikan
oleh Kepolisian Metro Jaya yang menunjukkan keping cakram optik bajakan
yang jendak dimusnahkan dalam pemusnahan DVD, CD, MP3 bajakan di halaman
Ditreskrimnus Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan. Dalam kasus ini,
ditemukan lebih dari 2 juta keping cakram optik bajakan disita dari 41
kasus dengan 67 tersangka. Parahnya, benda-benda bajakn seperti ini
tidak hanya dijual ditempat terbuka seperti lapak, pinggir jalan atau
pun pasar. Barang-barang bajakan ini juga sudah ditemukan di mal-mal dan
pusat perbelanjaan ternama di Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang , Bekasi
dan sekitarnya. Perilaku masyarakat pun sebenarnya juga menjadi faktor
yang cukup mendukung maraknya penjualan barang-barang ilegal ini.
Mengapa? Banyak warga dan orang asing tertarik untuk membeli barang
bajakan yang dijual Rp 5000-Rp 20000 per keping tersebut. Hal ini, baru
terjadi di jakarta saja, belum termasuk di kota-kota lainnya. Hal yang
menarik dari kasus ini adalah sesungguhnya barang murah pun bisa
mendongkrak budaya konsumsi masyarakat sekalipun itu ilegal dan kualitas
nya tidak sebagus barang yang original. Bahkan, perfilman indonesia
yang saat ini dikatakan lebih maju dibandingkan sebelumnya pun tidak
berdampak orang-orang akan menonton di bioskop. Banyak masyarakat malas
menonton film di bioskop karena sudah ada dvd atau pun vcd bajakannya,
entah itu film barat maupun indonesia. Mereka mempunyai pemikiran bahwa
lebih baik membeli vcd ataupun dvd bajakan daripada membeli tiket untuk
sekali menonton, karena dengan membeli vcd atau dvd bajakan bisa
ditonton berkali-kali dirumah dan murah.
Hal
ini dibuktikan, dari wawancara para pedagang dvd dan vcd di glodok,
jakarta. Mereka mengaku bisa menjual dvd dan vcd bajakan sebanyak 20-30
keping perhari nya. Jika diasumsikan 1 keping vcd seharga Rp. 5000, maka
dipastikan 1 orang pedagang saja dapat untung Rp 100000-Rp150000 dalam
sehari. Bandingkan dengan tiket bioskop kelas biasa seharga (rata-rata)
Rp15000-Rp20000 per tiket untuk sekali masuk menonton. Masyarakat
sebagai konsumen sendiri juga kurang sadar akan hukum yang berlaku,
sehingga membudaya dan pada akhirnya semakin maraknya pedagangan barang
ilegal semacam ini. Tetapi, masih ada masyarakat yang pernah dikecewakan
dengan atau ketika membeli barang-barang ilegal tersebut.
Berdasarkan
wawancara beberapa orang penikmat film, mereka lebih memilih menonton
di bioskop dengan alasan kepuasan atau sekedar hiburan daripada hanya
menonton dirumah saja. Ada pula masyarakat yang kurang suka dengan
kualitas dvd atau vcd bajakan yang gambarnya jelek, atau terputus-putus
ketika diputar di player sehingga mereka memilih membeli dvd atau vcd
yang asli meskipun harganya bisa melebihi 10 kali lipat vcd atau dvd
bajakan. Hal yang mengherankan terjadi di Glodok, Jakarta, yakni banyak
masyarakat menduga bahwa polisi melindungi pelaku kejahatan tersebut
karena lokasi perdagangan dvd atau vcd bajakan tersebut tidak jauh dari
pos polisi. Polisi pun menjelaskan bahwa, perlu adanya kerja sama dengan
masyakarakat, sebab jika masyakarat sadar hukum dan tidak membeli
barang bajakan, otomatis perdagangan seperti ini juga tidak akan
menjamur, begitu pula sebaliknya.
Hal yang menjadi ironi kembali adalah persoalan tindakan para polisi yang terkesan membiarkan bisnis ilegal tersebut. Polisi pun merasa serba salah dan pasti akan ditindaklanjuti kasus-kasus serupa seperti ini berdasarkan prosedur hukum dan tidak bisa langsung melakukan vonis bersalah. Maka, kutipan ini memberi nasehat atau petikan makna bahwa antara masyarakat, polisi dan hukum sendiri harua bekerja sama dan selalu mematuhi hukum yang telah ditetapkan agar negara kita, Indonesia, bebas dari slogan sebagai sarang pembajak.
Hal yang menjadi ironi kembali adalah persoalan tindakan para polisi yang terkesan membiarkan bisnis ilegal tersebut. Polisi pun merasa serba salah dan pasti akan ditindaklanjuti kasus-kasus serupa seperti ini berdasarkan prosedur hukum dan tidak bisa langsung melakukan vonis bersalah. Maka, kutipan ini memberi nasehat atau petikan makna bahwa antara masyarakat, polisi dan hukum sendiri harua bekerja sama dan selalu mematuhi hukum yang telah ditetapkan agar negara kita, Indonesia, bebas dari slogan sebagai sarang pembajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar